Awalnya saya mengetahui informasi
kegiatan ini dari teman yang juga belajar di Kampung Inggris. Salah satu syarat
utama untuk mengikuti kegiatan ini yakni lolos seleksi karya tulis dengan tema
krisis ekologi yang terjadi di wilayah Jawa Timur. Sempat berfikir untuk tidak
mengikuti kegiatan ini karena saya belum tahu menahu persoalan karakteristik
wilayah administratif Jawa Timur. Dua hari terakhir sebelum deadline
pengumpulan karya tulis, saya dan teman naik sepedaan keliling Pare (lebih
tepatnya dibonceng sepedaan -_-), saat melewati Jalan Anyelir terjadi traffic
jump beberapa menit huaaahhh.. dalam hati saya bertanya-tanya “Dimana lagi akan
saya dapatkan daerah dengan status desa yang bisa macet seperti ini?” Nah
berawal dari pemikiran inilah saya akhirnya tergerak juga untuk menulisnya.
Sekalipun harus benar-benar bermusyawarah besar dengan waktu, menulis di
tengah-tengah pergantian kelas yang hanya sebentar.
Berbekal data seadanya, nothing for
map, kebanyakan hanya memasukkan hasil analisis kualitatif dan pemikiran-pemikiran
yang sifatnya masih opini, akhirnya selesai juga, lalu dikirim ke email
walhi.jatim. Berselang dua minggu setelahnya, Alhamdulillah 31 peserta yang
terpilih, tepat di urutan 20, saya
adalah diantara mereka,. Hatiku mengatakan urutan tersebut berdasarkan kualitas
karya tulis barangkali hahha.
Sekitar seminggu sebelum kegiatan,
pihak panitia telah mengirimkan beberapa materi yang seharusnya telah dikuasai
sebelum pelatihan diadakan. Oh Alloh, lagi-lagi aku berlindung kepada-Mu dari
menghujat keadaan dan kurang bersyukur atas banyaknya yang harus dikerjakan.
Actual Test TOEFL yang semakin dekat, future plan mapping yang belum selesai, translate
passage, kelas yang berentetan hingga malam, Alhamdulillah materi-materi
tersebut masih bisa kutamatkan dengan hasil tidak buruk insha Alloh.
If I recall correctly, sekitar pukul 1
dini hari tanggal 9 Desember 2016, saya berangkat ke Surabaya melalui travel
yang telah dipercayai di Pare. Tertidur sepanjang perjalanan, dan tiba di
Surabaya sekitar pukul 4.30. Ya Allah hambaMu salah alamat. Penginapan peserta
yang seharusnya di Jalan Karah, ternyata saya singgah di Jalan Kutisari.
Panjang cerita jika diceritakan penyebab kesalahan alamat. Saat itu masih gelap
dan sepi, lalu Allah menuntun ke masjid untuk menunggu sampai matahari terbit
dan para Go-jek yang budiman terbangun (saat itu sedang tidak shalat *wanita).
Itu adalah kejadian tersesat yang membuat saya tidak panik untuk pertama kalinya.
Ada apa? Mungkin saya telah semakin mendewasa hahahhaamiin.
Akhirnya saya menginstal kembali
aplikasi Gojek yang sudah sekian lama telah di uninstall (*entah karena apa).
Dan kau ada diantara milyaran manusia dan kubisa dengan radarku menemukanmu.
Gojek terdekat di Jalan Kutisari telah ditemukan. Dia datang selang 10 menit
kemudian. Sebelum naik kemotor, saya menyuruh si Mas gojek memakai tas ransel
yang saya kenakan, dengan tujuan agar ada penghalang antara aku dan dia -_- !
Dramatisnya perjalanan ini ditambah dengan Mas Gojek yang juga tidak terlalu
menguasai jalan di Surabaya, alhasil timbullah pikiran negatif dalam benak saya
sepintas, soalnya berputar-putar terus kayak kipas. Ternyata Mas-nya
benar-benar sedang berusaha mencari dimana Jalan Karah berada. Setelah
menghadapi beragam kecemasan, akhirnya tempat pelatihan peserta Ecological
Training Batch I ditemukan. Alhamdulillah. Dan sedikit terlambat. Alhamdulillah
lagi. Saat Gojeknya pergi, saya baru terlintas akan kegunaan GPS..
Astagfirullah anak PWK macam apa saya ini.. -_- Perkenalkan, saya ipa pemilik
dua sindrom unusual meliputi ketidakbisaan mengaplikasikan peta dalam
perjalanan dan ketidakmampuan menghafal jalan. Komplitlah!
Dalam Ecological Training Batch I ini
terdiri dari pelatihan berupa pemberian materi seputar ekologi dan krisis
lingkungan, praktik lapangan yang dilanjutkan dengan penelitian investigasi
(penelitian secara cepat dan akurat) lalu diakhiri dengan presentase. Setelah
sarapan, pelatihan diawali dengan pengenalan peserta. Kebanyakan peserta adalah
orang-orang yang sudah bekerja, telah selesai S2, sedang menjalani S2 dan
kebanyakan mereka adalah pemilik banyak pengalaman dalam menangani konflik
ekologi. Lantas kalian kira saya merasa minder dan tidak percaya diri? TIDAK!
Hhhhh tidak salah lagi -_-
Kepala yang sejujurnya masih oleng ini
harus dipaksakan untuk duduk fokus menerima berbagai kuliah dan instruksi. Saya
merasa seperti kuliah, sungguh, setelah pembicara memberikan kuliah ada sesi
tanya jawab dan berbagai diskusi panjang. Disini saya sedikit bangga dengan
ilmu perencanaan wilayah dan kota yang sangat sedikit saya miliki, ilmu ini
benar-benar connected dengan banyak teori, fenomena dan disiplin ilmu lainnya.
Kebanyakan hal yang kuangkat saat diskusi adalah persoalan mitigasi bencana dan
RTH kota. Tapi kalimat saat pertama kali berbicara adalah “Disini saya hanya
ingin menyampaikan apa yang saya dapat saat kuliah, namun peserta lain yang
sudah memiliki banyak pengalaman dalam hal ini bisa mengoreksi saya jika saya
salah.” Duh imutnya.. Btw, ini bentuk rasa rendah hati atau rasa
ketidakyakinan??? Hahaahah
Beberapa hal yang bisa saya bagi
perihal poin-poin yang cukup menarik pemikiran saya untuk bernalar dalam
pelatihan hari pertama ini yakni;
a. Silogisme
ekologi : Alam semesta mencakup setiap yang hidup di bumi. Manusia hidup di
bumi. Kesimpulannya; manusia adalah sub-set dari alam semesta.
b. Berdasarkan
runtutan peristiwa krisis sosial yang melanda hampir seluruh wilayah di Negara
Indonesia selama 5 tahun terakhir adalah merupakan wilayah dengan krisis
lingkungan yang nyata. Wahhh..tanpa disadari rana antara aspek lingkungan dan
aspek sosial sangat berkaitan. Sampel kasus yang diangkat pada pelatihan waktu
itu adalah kasus pemerkosaan anak perempuan (YY) berumur 14 tahun yang
diperkosa 14 laki-laki yang sebahagiannya masih dibawah umur. Setelah dikroscek
lebih jauh ternyata wilayah tempat YY tinggal yakni Rejang Lebong adalah
merupakan wilayah dengan karakteristik kawasan tambang emas dan perkebunan yang
dikuasai korporasi asing. Buruh kebun dan tambang emas di Rejang Lebong
merupakan sebagian besar orang-orang yang dimiskinkan di tanah Jawa. Kemiskinan
serta krisis ekologi akibat tambang illegal menciptakan problem moralitas yang
kian memuncak. Terlalu panjang jika saya runtutkan. Saat kasus ini muncul ke
permukaan, diskusi antara peserta dan pemateri menjadi lama dan memancing
setiap mulut untuk angkat suara. Kalau menurut saya pribadi, intinya terlalu
dangkal jika kita hanya melihat kasus pemerkosaan ini dari segi “dampak minuman keras” atau “kelalaian orang
tua”. Angka kejahatan seksual di Bengkulu yang sudah sangat drastis ini sungguh
adalah potret dari krisis ekologi (problem agraria dan tambang) yang
menyejarah.
c. “Jangan
kalut dengan buku-buku berbahasa Inggris” kata Bapak Filsafat Ekologi, Pak
Hendro Sangkoyo, SDE. Bukan kalut pak, tapi ketika disodorkan buku berbahasa
Inggris, sejujurnya otak menjadi dua kali lebih terkuras, disatu sisi memahami
bacaan dan disisi lain, otak mengimpuls informasi untuk menerjemah. Hahha
bilang saja “malas mikir”. Ohya beberapa buku rekomendasi dari Pak Hendro yang
menurutnya sangat luar biasa dalam hal “open his mind” tentang dunia dan
ekologi adalah sebagai berikut;
·
The
Possibility of Naturalism (Roy Bhaskar, 1998)
·
The
Ecology of Freedom (Murray Bookchin, 1982)
·
The
Selected Works of Arne Naess (Alan Drengson, 2005)
· Environment,
Subsistance, and System; The Ecology of Small-Scale Social Formations (Roy
Ellen, 1982)
·
Marx’s
Ecology : Materialism and Nature ( John Bellamy Foster, 2000)
·
Deep
Ecology for the Twenty-First Century (George Sessions, 1995)
Output
dari pelatihan hari pertama Ecological Training Batch I ini yakni pengenalan
ekologi, penguakan kasus-kasus krisis ekologi di Indonesia serta bergerak
bersama Wahana Lingkungan Hidup dan Badan Lingkungan Hidup untuk mencegah
tiap-tiap peng-rusakan lingkungan. Hari kedua saatnya melancong ke lokasi survey
yakni kawasan Waduk Sepat yang berada di Kampung Sepat, Kota Surabaya. Banyak
hal yang menampar diri sendiri saat menyaksikan hal yang tak terduga disana (disimpan
dulu). Hari selanjutnya presentase hasil observasi dan perumusan atas tiap-tiap
hipotesis yang telah disodorkan panitia. Saat itu saya berkolaborasi dengan
kakak-kakak dari Malang dan Sidoarjo. Pengalaman saat praktik lapangan dan
presentase penelitian dengan metode penelitian investigasi (observasi singkat) akan
saya ceritakan di tulisan selanjutnya. Hari ini saya sungguh berceloteh
panjang. Semoga dalam setiap perjalanan semata-mata hanya dengan tujuan untuk
mendekatkan diri pada surga-Nya.. Aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar