Sabtu, 17 Desember 2016

Ecological Training Batch I by Living Environment Vehicle of East Java



Setelah beberapa hari di Surabaya menerima segudang materi, praktik lapangan, mendadak jadi anak teknik lingkungan, wawancara sana sini, presentase, diskusi, makan-makan, bertemu banyak teman baru dari berbagai daerah, Alhamdulillah akhirnya sampai di Pare dengan selamat. Nikmat Allah yang sungguh besar bisa berkesempatan mendapat pengalaman yang begitu berharga bersama Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur
Awalnya saya mengetahui informasi kegiatan ini dari teman yang juga belajar di Kampung Inggris. Salah satu syarat utama untuk mengikuti kegiatan ini yakni lolos seleksi karya tulis dengan tema krisis ekologi yang terjadi di wilayah Jawa Timur. Sempat berfikir untuk tidak mengikuti kegiatan ini karena saya belum tahu menahu persoalan karakteristik wilayah administratif Jawa Timur. Dua hari terakhir sebelum deadline pengumpulan karya tulis, saya dan teman naik sepedaan keliling Pare (lebih tepatnya dibonceng sepedaan -_-), saat melewati Jalan Anyelir terjadi traffic jump beberapa menit huaaahhh.. dalam hati saya bertanya-tanya “Dimana lagi akan saya dapatkan daerah dengan status desa yang bisa macet seperti ini?” Nah berawal dari pemikiran inilah saya akhirnya tergerak juga untuk menulisnya. Sekalipun harus benar-benar bermusyawarah besar dengan waktu, menulis di tengah-tengah pergantian kelas yang hanya sebentar.
Berbekal data seadanya, nothing for map, kebanyakan hanya memasukkan hasil analisis kualitatif dan pemikiran-pemikiran yang sifatnya masih opini, akhirnya selesai juga, lalu dikirim ke email walhi.jatim. Berselang dua minggu setelahnya, Alhamdulillah 31 peserta yang terpilih,  tepat di urutan 20, saya adalah diantara mereka,. Hatiku mengatakan urutan tersebut berdasarkan kualitas karya tulis barangkali hahha.




Sekitar seminggu sebelum kegiatan, pihak panitia telah mengirimkan beberapa materi yang seharusnya telah dikuasai sebelum pelatihan diadakan. Oh Alloh, lagi-lagi aku berlindung kepada-Mu dari menghujat keadaan dan kurang bersyukur atas banyaknya yang harus dikerjakan. Actual Test TOEFL yang semakin dekat, future plan mapping yang belum selesai, translate passage, kelas yang berentetan hingga malam, Alhamdulillah materi-materi tersebut masih bisa kutamatkan dengan hasil tidak buruk insha Alloh.
If I recall correctly, sekitar pukul 1 dini hari tanggal 9 Desember 2016, saya berangkat ke Surabaya melalui travel yang telah dipercayai di Pare. Tertidur sepanjang perjalanan, dan tiba di Surabaya sekitar pukul 4.30. Ya Allah hambaMu salah alamat. Penginapan peserta yang seharusnya di Jalan Karah, ternyata saya singgah di Jalan Kutisari. Panjang cerita jika diceritakan penyebab kesalahan alamat. Saat itu masih gelap dan sepi, lalu Allah menuntun ke masjid untuk menunggu sampai matahari terbit dan para Go-jek yang budiman terbangun (saat itu sedang tidak shalat *wanita). Itu adalah kejadian tersesat yang membuat saya tidak panik untuk pertama kalinya. Ada apa? Mungkin saya telah semakin mendewasa hahahhaamiin.
Akhirnya saya menginstal kembali aplikasi Gojek yang sudah sekian lama telah di uninstall (*entah karena apa). Dan kau ada diantara milyaran manusia dan kubisa dengan radarku menemukanmu. Gojek terdekat di Jalan Kutisari telah ditemukan. Dia datang selang 10 menit kemudian. Sebelum naik kemotor, saya menyuruh si Mas gojek memakai tas ransel yang saya kenakan, dengan tujuan agar ada penghalang antara aku dan dia -_- ! Dramatisnya perjalanan ini ditambah dengan Mas Gojek yang juga tidak terlalu menguasai jalan di Surabaya, alhasil timbullah pikiran negatif dalam benak saya sepintas, soalnya berputar-putar terus kayak kipas. Ternyata Mas-nya benar-benar sedang berusaha mencari dimana Jalan Karah berada. Setelah menghadapi beragam kecemasan, akhirnya tempat pelatihan peserta Ecological Training Batch I ditemukan. Alhamdulillah. Dan sedikit terlambat. Alhamdulillah lagi. Saat Gojeknya pergi, saya baru terlintas akan kegunaan GPS.. Astagfirullah anak PWK macam apa saya ini.. -_- Perkenalkan, saya ipa pemilik dua sindrom unusual meliputi ketidakbisaan mengaplikasikan peta dalam perjalanan dan ketidakmampuan menghafal jalan. Komplitlah!
Dalam Ecological Training Batch I ini terdiri dari pelatihan berupa pemberian materi seputar ekologi dan krisis lingkungan, praktik lapangan yang dilanjutkan dengan penelitian investigasi (penelitian secara cepat dan akurat) lalu diakhiri dengan presentase. Setelah sarapan, pelatihan diawali dengan pengenalan peserta. Kebanyakan peserta adalah orang-orang yang sudah bekerja, telah selesai S2, sedang menjalani S2 dan kebanyakan mereka adalah pemilik banyak pengalaman dalam menangani konflik ekologi. Lantas kalian kira saya merasa minder dan tidak percaya diri? TIDAK! Hhhhh tidak salah lagi -_-
Kepala yang sejujurnya masih oleng ini harus dipaksakan untuk duduk fokus menerima berbagai kuliah dan instruksi. Saya merasa seperti kuliah, sungguh, setelah pembicara memberikan kuliah ada sesi tanya jawab dan berbagai diskusi panjang. Disini saya sedikit bangga dengan ilmu perencanaan wilayah dan kota yang sangat sedikit saya miliki, ilmu ini benar-benar connected dengan banyak teori, fenomena dan disiplin ilmu lainnya. Kebanyakan hal yang kuangkat saat diskusi adalah persoalan mitigasi bencana dan RTH kota. Tapi kalimat saat pertama kali berbicara adalah “Disini saya hanya ingin menyampaikan apa yang saya dapat saat kuliah, namun peserta lain yang sudah memiliki banyak pengalaman dalam hal ini bisa mengoreksi saya jika saya salah.” Duh imutnya.. Btw, ini bentuk rasa rendah hati atau rasa ketidakyakinan??? Hahaahah

Beberapa hal yang bisa saya bagi perihal poin-poin yang cukup menarik pemikiran saya untuk bernalar dalam pelatihan hari pertama ini yakni;
a.       Silogisme ekologi : Alam semesta mencakup setiap yang hidup di bumi. Manusia hidup di bumi. Kesimpulannya; manusia adalah sub-set dari alam semesta.
b.      Berdasarkan runtutan peristiwa krisis sosial yang melanda hampir seluruh wilayah di Negara Indonesia selama 5 tahun terakhir adalah merupakan wilayah dengan krisis lingkungan yang nyata. Wahhh..tanpa disadari rana antara aspek lingkungan dan aspek sosial sangat berkaitan. Sampel kasus yang diangkat pada pelatihan waktu itu adalah kasus pemerkosaan anak perempuan (YY) berumur 14 tahun yang diperkosa 14 laki-laki yang sebahagiannya masih dibawah umur. Setelah dikroscek lebih jauh ternyata wilayah tempat YY tinggal yakni Rejang Lebong adalah merupakan wilayah dengan karakteristik kawasan tambang emas dan perkebunan yang dikuasai korporasi asing. Buruh kebun dan tambang emas di Rejang Lebong merupakan sebagian besar orang-orang yang dimiskinkan di tanah Jawa. Kemiskinan serta krisis ekologi akibat tambang illegal menciptakan problem moralitas yang kian memuncak. Terlalu panjang jika saya runtutkan. Saat kasus ini muncul ke permukaan, diskusi antara peserta dan pemateri menjadi lama dan memancing setiap mulut untuk angkat suara. Kalau menurut saya pribadi, intinya terlalu dangkal jika kita hanya melihat kasus pemerkosaan ini dari segi  “dampak minuman keras” atau “kelalaian orang tua”. Angka kejahatan seksual di Bengkulu yang sudah sangat drastis ini sungguh adalah potret dari krisis ekologi (problem agraria dan tambang) yang menyejarah.
c.   “Jangan kalut dengan buku-buku berbahasa Inggris” kata Bapak Filsafat Ekologi, Pak Hendro Sangkoyo, SDE. Bukan kalut pak, tapi ketika disodorkan buku berbahasa Inggris, sejujurnya otak menjadi dua kali lebih terkuras, disatu sisi memahami bacaan dan disisi lain, otak mengimpuls informasi untuk menerjemah. Hahha bilang saja “malas mikir”. Ohya beberapa buku rekomendasi dari Pak Hendro yang menurutnya sangat luar biasa dalam hal “open his mind” tentang dunia dan ekologi adalah sebagai berikut;
·           The Possibility of Naturalism (Roy Bhaskar, 1998)
·           The Ecology of Freedom (Murray Bookchin, 1982)
·           The Selected Works of Arne Naess (Alan Drengson, 2005)
·     Environment, Subsistance, and System; The Ecology of Small-Scale Social Formations (Roy Ellen, 1982)
·           Marx’s Ecology : Materialism and Nature ( John Bellamy Foster, 2000)
·           Deep Ecology for the Twenty-First Century (George Sessions, 1995)

Output dari pelatihan hari pertama Ecological Training Batch I ini yakni pengenalan ekologi, penguakan kasus-kasus krisis ekologi di Indonesia serta bergerak bersama Wahana Lingkungan Hidup dan Badan Lingkungan Hidup untuk mencegah tiap-tiap peng-rusakan lingkungan. Hari kedua saatnya melancong ke lokasi survey yakni kawasan Waduk Sepat yang berada di Kampung Sepat, Kota Surabaya. Banyak hal yang menampar diri sendiri saat menyaksikan hal yang tak terduga disana (disimpan dulu). Hari selanjutnya presentase hasil observasi dan perumusan atas tiap-tiap hipotesis yang telah disodorkan panitia. Saat itu saya berkolaborasi dengan kakak-kakak dari Malang dan Sidoarjo. Pengalaman saat praktik lapangan dan presentase penelitian dengan metode penelitian investigasi (observasi singkat) akan saya ceritakan di tulisan selanjutnya. Hari ini saya sungguh berceloteh panjang. Semoga dalam setiap perjalanan semata-mata hanya dengan tujuan untuk mendekatkan diri pada surga-Nya.. Aamiin

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger