Sabtu, 17 Desember 2016

Memeluk Penyesalan

Siapa yang tidak pernah menyesal? Manusia baligh dan berakal sehat manapun pasti pernah merasakannya. Tapi otoritas dari penyesalan haruslah berstandar tinggi. Bukan menyesal karena hal-hal kecil dan sepele lagi lumrah dalam hidup ini.

Saya sejujurnya adalah pemilik beberapa penyesalan dalam hidup.
Saya menyesal mengapa baru sekarang paham akan hakikat hidup ini.
Saya menyesal mengapa begitu terlambat menghijabkan perilaku.
Saya menyesal mengapa dulu tenggelam dalam hal-hal mudharat.
Saya menyesal mengapa dulu tidak cukup dewasa mengambil tindakan
Saya menyesal mengapa dulu mudah sekali menyakiti.

Saya terkadang malu jika mengingat-ingat kejadian-kejadian masa lalu kemudian mendapati diri saya di masa lalu adalah suatu figur yang sedikit menjijikan, begitu kekanak-kanakan, standar hidup yang rendah.. -_-
Menyesal adalah belajar. Ketika saya tumbuh dengan memeluk rasa sesal, disitulah saya belajar untuk berusaha menjadi baik. Tidak harus semua orang tahu besarnya penyesalan dan keinginan untuk memperbaikinya.

Siapapun yang pernah tersakiti, saya ghibahi, saya khianati, saya kecewakan, atau pernah merasa keberadaan saya adalah sebuah gangguan, saya meminta maaf. Saya tidak tahu harus meminta maaf kepada siapa dan memulai dari mana.

Saat tulisan ini dibuat sungguh saya benar-benar sedikit merasa lega. Terlepas dari itu, terima kasih telah ambil alih dalam penciptaan rasa sesal ini, karena dengannya saya sungguh belajar. Sungguh. Seperti bunga matahari yang daunnya berguguran karena tidak menghadap ke matahari, karena penyesalan, dia belajar bagaimana agar daunnya tidak mudah berguguran lagi.


Tidak ada komentar:

Powered By Blogger