Saya bukan ustadzah,
tidak pula serius mempelajari islam sejak kecil (sesal terbesar).
Berangkat dari
perihnya menyadari keadaan dimana saya dan kebanyakan muslim di dunia selama
ini hanya pada sebatas membaca dan mempercayai, lupa akan hakikat mengapa
Al-Qur’an sampai di tangan. Saya percaya saya menulis ini karena Allah yang
menggerakkan.
“Kami turunkan
kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan (QS. Al-Nahl, 16:44)
Tidak ditampik, tidak sedikit jumlah Muslim di
seluruh belahan dunia tabu dengan pendidikan “Memahami Al-Qur’an”. Sejak dahulu
(termasuk di kampung halaman saya), anak-anak yang lahir dari keluarga
Muslim-parahnya hingga orang dewasa- hanya berotasi pada pendidikan “Baca Tulis
Al-Qur’an”. Tanpa membaca terjemahan apalagi menafsirkan maksud dari perkataan
Allah.
Hal yang sangat disyukuri sampai pada hari ini
adalah kebanyakan Muslim di seluruh dunia mampu Baca Tulis Al-Qur’an. Sekalipun
lumrah dan sudah seharusnya, saya sungguh mensyukurinya. Sejalan dengan bentuk
rasa kesyukuran itu, timbul pertanyaan yang berentetan dalam diri setiap Muslim
yang ingin menelisik keganjalan ini. Mengapa dalam masyarakat “Memahami
Al-Qur’an” tidak selumrah “Baca Tulis Al-Qur’an”? Mengapa orang tua telah
merasa berhasil ketika anak-anaknya menamatkan baca Al-Quran? Sebenarnya apa
maksud Allah SWT dalam firmannya “Iqra! (Bacalah!)? Benarkah hanya sebatas
baca? Lalu bagaimana saya dan kalian mengenal Allah, mengenal rasul, mengenal
hidup setelah mati, mengenal kesempurnaan Islam? Dengan menghadiri kajian sejam
dua jam lalu membaca sekali duduk buku-buku Islam? Saat kasus Ahok tidak
mencuat besar-besaran di media, apa saya dan kebanyakan muslim tahu kalau Surah
Al-Maidah ayat 51 itu adalah ayat dimana Allah melarang kita menjadikan orang
non-muslim sebagai pemimpin?
Faktanya, kebanyakan dari kita termasuk saya
sendiri masih asing dengan apa isi Al-Qur’an itu sendiri. Lalu, dengan cara apa
kebangkitan umat ini terwujud sedang manual
book yang dijadikan titah tidak dimengerti.
Sekarang saya akan meninjau dari perspektif lain
pentingnya memahami apa yang kita baca.
Allah SWT berfirman “Hai orang-orang beriman
janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti
apa yang kamu ucapkan (An-Nisa, 4:43)
Oh seharusnya kita semua tergertak, disana Allah
menyeru pemabuk, melarang mereka menunaikan shalat sampai rasa mabuknya hilang
sehingga mereka dapat mengerti perkataannya. Lalu bagaimana dengan muslim yang
tidak mengerti bacaannya sendiri saat sholat namun lucunya tidak juga mabuk.
Termasuk spesies pemabuk jenis apa jika demikian? Apakah Allah juga melarang
siapapun sholat sampai mereka mengerti apa yang diucapkan dalam shalat
sekalipun mereka tidak mabuk?
Saat sholat berjamaah di masjid, hampir semua ma’mun
tidak mengerti ayat apa yang imam bacakan kecuali jika ayat tersebut adalah
surah yang familiar di masyarakat (Jus 30). Familiar sekalipun, tidak sedikit
juga yang tidak memahami apa sebenarnya yang Allah sampaikan dalam bacaan surah
itu.
Ini berbahaya, saya sungguh serius menulis ini. Hal
ini adalah sakit yang sebenar-benarnya sakit. Beberapa dari mereka yang
beralibi mengatakan “Kami tidak mengerti, karena bahasa Al-Qur’an bukan bahasa
Ibu kami, hal yang wajar jika kami tidak memahami”
Yah benar, ini adalah hal yang wajar dan siapapun
tak berhak disalahkan. Ini tidak salah jika kita sulit untuk memahami
Al-Qur-an. Yang salah adalah ketika ada ketidakpedulian akan hal ini dan
bermasa bodoh sehingga sekalipun sampai umur 30, 42, 58, kebanyakan kita masih saja
belum bisa mendalami sedikit demi sedikit buku yang tidak ada literature apapun
lagi di dunia yang sanggup menyaingi kekuatan maknanya. Wallahi. Nabi Muhammad
SAW adalah seorang “Ummiy” (buta akan huruf) lalu Beliau diberi wahyu untuk
menyampaikan risalah Allah kepada seluruh manusia yang hidup pada masa itu yang
tidak sedikit pula yang buta huruf. Mereka yang buta huruf tidak salah akan hal
ini, tidak pula menanggung dosa akan ketidaksanggupannya membaca Firman Allah.
Mereka menjadi sangat salah ketika mereka “I don’t care” dengan ini.
Pantas saya dan kalian sudah lama tak menangis dalam
shalat (hanya sebatas menunaikan kewajiban, sebatas rutinitas yang dibiasakan),
pantas saat berdoa terasa hampa, pantas saat membaca Al-Qur’an hati tidak
merasakan apa-apa. Inti dari semuanya, pentingnya untuk mengkaji Islam melalui
Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah SAW, bukan sejak dini tapi sekarang juga. Mengkaji
dan mengamalkan Al-Qur’an bukan menghafal dan melafalkan.
Maka berangkat dari kesadaran hari ini, jika siapapun yang membaca ini
memiliki rasa kasihan pada shalat-shalatnya, mengharap perjumpaan dengan Allah
dalam keadaan baik maka mulailah untuk peduli akan ketidakpahaman kita pada
kalam Allah SWT. Luangkan waktu untuk Allah. Luangkan waktu untuk islam.
Luangkan waktu untuk Rasulullah. Luangkan waktu untuk akhirat. Luangkan waktu
untuk perbaikan umat. Sungguh, Wallahi ini tanggung jawab kita yang dianugerahi
predikat “Muslim”
Tulisan ini,
Saya buat saat hati begitu
ingin bersuara, saya rindu dekat pada Allah, saya sungguh ingin mengerti
perkataannya, tidak sebatas membaca-Nya dengan tartil dan melafalkan sebatas di
mulut terjemahannya. Saya benar-benar ingin mempelajarinya, saya ingin memahami mengapa Allah menunjuk saya untuk hidup sebagai “Musdalifah Rahman”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar