Selasa, 27 Desember 2016

Ketidakpahaman Akan Kalam Allah. Lalu Bagaimana Caraku Memperbaiki Hidup?

Saya bukan ustadzah, tidak pula serius mempelajari islam sejak kecil (sesal terbesar).
Berangkat dari perihnya menyadari keadaan dimana saya dan kebanyakan muslim di dunia selama ini hanya pada sebatas membaca dan mempercayai, lupa akan hakikat mengapa Al-Qur’an sampai di tangan. Saya percaya saya menulis ini karena Allah yang menggerakkan.

“Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan (QS. Al-Nahl, 16:44)

Tidak ditampik, tidak sedikit jumlah Muslim di seluruh belahan dunia tabu dengan pendidikan “Memahami Al-Qur’an”. Sejak dahulu (termasuk di kampung halaman saya), anak-anak yang lahir dari keluarga Muslim-parahnya hingga orang dewasa- hanya berotasi pada pendidikan “Baca Tulis Al-Qur’an”. Tanpa membaca terjemahan apalagi menafsirkan maksud dari perkataan Allah.

Hal yang sangat disyukuri sampai pada hari ini adalah kebanyakan Muslim di seluruh dunia mampu Baca Tulis Al-Qur’an. Sekalipun lumrah dan sudah seharusnya, saya sungguh mensyukurinya. Sejalan dengan bentuk rasa kesyukuran itu, timbul pertanyaan yang berentetan dalam diri setiap Muslim yang ingin menelisik keganjalan ini. Mengapa dalam masyarakat “Memahami Al-Qur’an” tidak selumrah “Baca Tulis Al-Qur’an”? Mengapa orang tua telah merasa berhasil ketika anak-anaknya menamatkan baca Al-Quran? Sebenarnya apa maksud Allah SWT dalam firmannya “Iqra! (Bacalah!)? Benarkah hanya sebatas baca? Lalu bagaimana saya dan kalian mengenal Allah, mengenal rasul, mengenal hidup setelah mati, mengenal kesempurnaan Islam? Dengan menghadiri kajian sejam dua jam lalu membaca sekali duduk buku-buku Islam? Saat kasus Ahok tidak mencuat besar-besaran di media, apa saya dan kebanyakan muslim tahu kalau Surah Al-Maidah ayat 51 itu adalah ayat dimana Allah melarang kita menjadikan orang non-muslim sebagai pemimpin? 

Faktanya, kebanyakan dari kita termasuk saya sendiri masih asing dengan apa isi Al-Qur’an itu sendiri. Lalu, dengan cara apa kebangkitan umat ini terwujud sedang manual book yang dijadikan titah tidak dimengerti.

Sekarang saya akan meninjau dari perspektif lain pentingnya memahami apa yang kita baca.

Allah SWT berfirman “Hai orang-orang beriman janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan (An-Nisa, 4:43)

Oh seharusnya kita semua tergertak, disana Allah menyeru pemabuk, melarang mereka menunaikan shalat sampai rasa mabuknya hilang sehingga mereka dapat mengerti perkataannya. Lalu bagaimana dengan muslim yang tidak mengerti bacaannya sendiri saat sholat namun lucunya tidak juga mabuk. Termasuk spesies pemabuk jenis apa jika demikian? Apakah Allah juga melarang siapapun sholat sampai mereka mengerti apa yang diucapkan dalam shalat sekalipun mereka tidak mabuk?

Saat sholat berjamaah di masjid, hampir semua ma’mun tidak mengerti ayat apa yang imam bacakan kecuali jika ayat tersebut adalah surah yang familiar di masyarakat (Jus 30). Familiar sekalipun, tidak sedikit juga yang tidak memahami apa sebenarnya yang Allah sampaikan dalam bacaan surah itu.

Ini berbahaya, saya sungguh serius menulis ini. Hal ini adalah sakit yang sebenar-benarnya sakit. Beberapa dari mereka yang beralibi mengatakan “Kami tidak mengerti, karena bahasa Al-Qur’an bukan bahasa Ibu kami, hal yang wajar jika kami tidak memahami”

Yah benar, ini adalah hal yang wajar dan siapapun tak berhak disalahkan. Ini tidak salah jika kita sulit untuk memahami Al-Qur-an. Yang salah adalah ketika ada ketidakpedulian akan hal ini dan bermasa bodoh sehingga sekalipun sampai umur 30, 42, 58, kebanyakan kita masih saja belum bisa mendalami sedikit demi sedikit buku yang tidak ada literature apapun lagi di dunia yang sanggup menyaingi kekuatan maknanya. Wallahi. Nabi Muhammad SAW adalah seorang “Ummiy” (buta akan huruf) lalu Beliau diberi wahyu untuk menyampaikan risalah Allah kepada seluruh manusia yang hidup pada masa itu yang tidak sedikit pula yang buta huruf. Mereka yang buta huruf tidak salah akan hal ini, tidak pula menanggung dosa akan ketidaksanggupannya membaca Firman Allah. Mereka menjadi sangat salah ketika mereka “I don’t care” dengan ini.

Pantas saya dan kalian sudah lama tak menangis dalam shalat (hanya sebatas menunaikan kewajiban, sebatas rutinitas yang dibiasakan), pantas saat berdoa terasa hampa, pantas saat membaca Al-Qur’an hati tidak merasakan apa-apa. Inti dari semuanya, pentingnya untuk mengkaji Islam melalui Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah SAW, bukan sejak dini tapi sekarang juga. Mengkaji dan mengamalkan Al-Qur’an bukan menghafal dan melafalkan.

Maka berangkat dari kesadaran hari ini, jika siapapun yang membaca ini memiliki rasa kasihan pada shalat-shalatnya, mengharap perjumpaan dengan Allah dalam keadaan baik maka mulailah untuk peduli akan ketidakpahaman kita pada kalam Allah SWT. Luangkan waktu untuk Allah. Luangkan waktu untuk islam. Luangkan waktu untuk Rasulullah. Luangkan waktu untuk akhirat. Luangkan waktu untuk perbaikan umat. Sungguh, Wallahi ini tanggung jawab kita yang dianugerahi predikat “Muslim”



Tulisan ini,
Saya buat saat hati begitu ingin bersuara, saya rindu dekat pada Allah, saya sungguh ingin mengerti perkataannya, tidak sebatas membaca-Nya dengan tartil dan melafalkan sebatas di mulut terjemahannya. Saya benar-benar ingin mempelajarinya, saya ingin memahami mengapa Allah menunjuk saya untuk hidup sebagai “Musdalifah Rahman”.

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger