Belakangan ini saya sering diliputi
cemas beranak-anak tentang bagaimana syariat Islam memandang persoalan seorang
muslim yang diberi hadiah, ditraktir atau dipinjami uang oleh rekan-rekannya
yang bekerja di bank.
Lingkungan saya adalah seperti
lingkungan kebanyakan seusia saya. Tidak lepas dari teman atau bahkan keluarga
yang bekerja di bank. Sebelumnya saya selalu mencoba positive thinking dan kagum pada mereka yang mendapat pekerjaan
yang dalam pandangan saya kala itu terlihat elegan dan sangat berkelas (ini
wujud dari seseorang yang kurang ilmu)..
Saya bilang ;
“ah bekerja adalah ibadah, tentu Allah
akan senang”
“Ini bukan salah teman-teman saya
mengapa bekerja di bank, sistem perekonomian kapitalis dari negara inilah yang
salah karena telah memerdekakan riba”
“Gaji teman-teman saya halal, karena
mereka diberi upah atas pekerjaan mereka. Mereka hanyalah karyawan, dosa riba
biarlah pembuat bank itu yang menanggung”
“Jika pendapatan teman-teman saya
haram, berarti sayapun hingga orang-orang shaleh shalehah seluruh dunia
kebanyakan memiliki aktifitas haram dong. Yah..saya memiliki
tabungan rekening, keluar masuk ATM, bayar uang pendaftaran untuk S2 bulan lalu
pun pakai jasa bank.”
Apalagi?
Saat masih fresh-fresh graduate-nya, saya pun sempat melayangkan lamaran
pekerjaan saya di salah satu bank berlabel syariah di Kota Makassar. Kedangkalan
pikiran saya saat itu mengatakan “tak apa, ini bank syariah kok, bank syariah
tentu bernafaskan islam, tentu sesuai dengan hukum transaksi perekonomian dalam
islam, tentu pendapatannya halal, tentu Allah tidak murka.” (lagi-lagi ini
wujud dari kurangnya ilmu).. Saya belum tahu bahwa kebanyakan bank begitu tega
mengambil kata “syariah” padahal jauh dari ekspektasi. Apapun itu, sampai saat
ini kalau mengingat-ingat kejadian itu, sumpah demi Neptunus, sering istighfar tanpa
spasi oleh karena saya pernah mencoba bermaksud
menutupi hidup saya dari cahaya ridha-Nya.
Kembali ke persoalan awal. Sejak pulang
dari Kediri, saya sering mendapatkan traktiran dari teman yang bekerja di bank,
mulai dari teman SMA hingga teman angkatan kuliah. Alhamdulillah rezeki,
pikirku kala itu. Namun jika islam telah diputuskan menjadi landasan hidup dan
jika majelis ilmu telah menjadi sumber tenang, maka siapapun pasti akan selalu
saja mencari tahu bagaimana Islam menghukumi suatu perkara. Saat itu saya
mendapati postingan akun line islam bertuliskan “berhati-hatilah terhadap apa
yang kamu makan”, entah ada angin apa saya tiba-tiba kepikiran dengan makanan
yang dibayarkan dengan uang yang telah saya ketahui dengan pasti bersumber dari
upah riba. Sayapun mulai bertanya sana sini tentang bagaimana hukumnya jika
saya menerima traktiran/ hadiah/ pinjaman oleh teman-teman saya yang bekerja di
bank sampai-sampai berniat melayangkan pertanyaan seputar itu kepada Ustadz
Khalid Basalamah jika berkesempatan (belum terwujud haha). Dari jawaban yang
saya dapatkan, kebanyakan dari mereka ragu akan halal/haramnya, ada juga beberapa
yang menyuruh untuk lebih baik menghindarinya. Jawaban yang paling mengena saat
itu adalah justru yang berwujud “pertanyaan balik”. “Jika kamu ditraktir makan
oleh teman, dan telah kamu ketahui dengan pasti bahwa uang yang dia gunakan untuk
membayarnya adalah uang hasil curian dari kotak masjid. Apakah kamu mau memakannya?”
Jleb…
Jangankan memakannya, mengunyahnya pun
saya ragu akan sanggup. Lalu mengapa saya masih bingung pada status haramnya,
sedang saya tahu pasti level dosa dari mencuri dan memakan riba seperti apa.
Mencuri dikenakan hukum potong tangan, itupun jika si pencuri menolak untuk
bertaubat dan telah seringkali melanggar sumpah. Namun pemakan harta riba,
Allah dan Rasul-Nya lansung terang-terangan nyatakan peperangan. Naudzubillah..
Saya lalu memutuskan untuk lebih
memilih tersinggungnya teman daripada murkanya Allah. Saya berniat
mengembalikan uang dari makanan yang telah saya makan. Namun sebelum itu saya
mendapat petuah yang mengurungkan saya. “Tidak perlu mengembalikannya untuk
tetap menjaga hubungan kekerabatan dan mulailah menghindari untuk menerima segala
bentuk harta haram lagi semaksimal mungkin, bertobat pada Allah niscaya Allah
pasti mengampuni”
Tidak sampai disitu, ilmu mengupas
tuntas tentang hukum bekerja di bank dan sumber harta karyawannya telah membuat
saya penasaran untuk mempelajarinya lebih dalam. Semoga karyawan-karyawan yang
bekerja dalam area transaksi riba pun memiliki rasa penasaran yang lebih dari
saya.
Saya mempelajari status saya yang
memiliki rekening tabungan bank, mengirim menarik uang melalui atm, menggunakan
jasa bank pada berbagai jenis pembayaran atau bahkan hukum PNS dan pekerja BUMN
yang pendapatannya halal namun dikirimkan melalui jasa bank. Saya menemukan
jawaban yang mengisyaratkan bahwa hal itu adalah sebuah aktifitas halal karena
sama sekali tidak berhubungan dengan transaksi pinjam-meminjam yang menggunakan
patokan bunga ataupun kredit barang dengan angsuran berbunga. Insha Allah saya
mendapati ini sebagai sebuah pendapat shahih.
Dari hal inilah saya paham bahwa
sebenarnya dalam sistem bank tidak semuanya bersifat haram. Ada jasa-jasa
tertentu yang bersifat halal seperti yang saya sebutkan tadi. Jadi gaji
karyawan bank sebenarnya adalah perpaduan dari sumber halal dan sumber haram.
Namun seperti air siap minum seember yang telah dituangkan air comberan
sesendok. Siapa yang mau meminumnya?
Kemarin sempat berbincang-bincang
dengan pencari ilmu tergesit yang pernah kukenal “Kakak Despry Nur Annisa”. Dari
pembicaraannya saya dapat mengambil kesimpulan bahwa betapa dia sangat
menyayangkan mengapa banyak adik-adik juniornya yang rela mencetak dosa setiap
hari, rela menumpuk nutrisi haram dalam tubuhnya. Dari dia juga saya
mendapatkan kalimat yang lebih “jleb” lagi yaitu “jika ingin jadi pegawai bank,
mending menjadi satpamnya saja biar aman”. Mengapa? Satpam tidak termasuk orang
yang mencatat, menganalisa ataupun memasarkan transaksi riba. Upah mereka didapat
dari jaminan keamanan yang mereka berikan kepada pihak bank sehingga banyak
pendapat yang mengatakan bahwa gaji satpam bank adalah only one pendapatan halal dalam naungan bank konvensional. Sejujurnya
saya salut dengannya yang benar-benar berani menyuarakan islam tanpa ragu,
tanpa takut. Dia begitu rela menjadi pekerja Allah dengan menchat secara personal rekan-rekannya yang
bekerja di bank. Alasannya dia takut jika nanti Allah memintainya
pertanggungjawaban atas rekan-rekannya. Sedang saya? Saya belajar, mencari tahu
lalu memendam. Takut disangka iri hati dengan pekerjaan temanlah, takut
dibilang kurang asyiklah, takut dicap terlalu soklah. Takut ini takut itu.
Dalam hati, kadang saya meringis, betapa saya lemah karena begitu menjaga
perasaan manusia namun enggan menyampaikan risalah Allah Azza wa Jalla.
Saya sungguh tidak menampik, zaman
liberalisator seperti ini, mati-matian menegakkan sunnah sekalipun akan sulit
tidak terkena cipratan riba, oleh karena sistem ini terlanjur mengakar dalam
kehidupan umat. Namun bukankah kita dapat menggunakan alasan ini dihadapan
Allah karena telah menjadi diluar kuasa kita. Lantas jika bekerja di bank dan
makan duit haram, apakah Allah mau menerima alasan “karena tidak ada rezeki
pekerjaan yang lain”? Yuk mikir. Orang-orang yang mau dan sedang bekerja di
bank, kebanyakan dari mereka justru tahu bahwa apa yang dilakukan itu salah.
Mereka paham tentang legalitas dosa tidaknya pekerjaannya. Setiap akan ke
kantor, mereka seharusnya menyadari bahwa hal itu sama saja datang ke suatu
tempat untuk berzina dengan ibu kandung/ ayah kandung sendiri. Tidakkah kalian
pernah mendengar Rasulullah SAW menyampaikan bahwa dosa riba sama saja dengan
dosa menzinahi ibu kandung sendiri? Kalian sholat, berpuasa dan memohon rezeki
pada Allah tapi setiap hari makan dan mengenakan pakaian dari harta haram?
Dimana akal sehat?
Sistem negara ini memang salah karena
telah memerdekakan riba namun akan lebih salah lagi jika kita termasuk salah
satu dari orang-orang yang bekerja menyuburkannya. Yakin masih ingin mengambil
pinjaman berbunga di bank, berasuransi, bekerja pada muamalah riba, juga menyicil
barang-barang mewah dengan sistem riba? Yuk bertaubat. Takutlah pada hari
dimana tidak berlaku lagi perniagaan dan hubungan kekerabatan. Dan ingatlah ibu
bapak, mereka adalah yang sungguh paling membutuhkan amal berlipat-lipat karena
telah melahirkan anak-anak yang taat kepada-Nya
Firman
Allah dan Hadist Rasulullah tentang Muamalah Ribawi
1.
QS
Al Baqarah (2): 275
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبا لا
يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ
الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبا وَأَحَلَّ
اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ
فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ
أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata
(berpendapat), “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan);
dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya”.
2.
QS. Ar-Ruum: 39
“Dan
sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta
manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka
(yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
3. QS.
An-Nisaa’: 160-161
“Maka
disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan)
yang baik-baik (yang dahulunya) Dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan
riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka
memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
4.
QS. Ali Imraan: 130
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
5.
QS
Al Baqarah (2): 279
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ، فَإِنْ لَمْ
تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ
فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika
kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah
dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya”.
6.
Di
dalam Sunnah, Nabi Muhammad SAW bersabda;
دِرْهَمُ رِبَا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ
يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ زِنْيَةً
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu
adalah riba), maka itu lebih berat daripada enam puluh kali zina”. (HR
Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).
الرِبَا ثَلاثَةٌَ وَسَبْعُوْنَ بَابًا
أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ, وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا
عَرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمَ
“Riba itu mempunyai 73 pintu, sedang yang paling ringan seperti seorang
laki-laki yang menzinai ibunya, dan sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu
kehormatan seorang muslim”. (HR Ibnu
Majah).
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّباَ وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ,
وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ
“Rasulullah saw melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba,
penulisnya, dan dua orang saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR
Muslim).
آلاَ إِنَّمَا
الرِّبَا
فِيْ النَّسِيْئَةِ
“Ingatlah,
sesungguhnya riba itu dalam nasi’ah”. (HR Muslim).
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ
وَالْفِضَّةُ
بِالْفِضَّةِ
وَالْبُرُّ
بِالْبُرِّ
وَالشَّعِيرُ
بِالشَّعِيرِ
وَالتَّمْرُ
بِالتَّمْرِ
وَالْمِلْحُ
بِالْمِلْحِ
مِثْلًا
بِمِثْلٍ
سَوَاءً
بِسَوَاءٍ
يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا
اخْتَلَفَتْ
هَذِهِ الْأَصْنَافُ
فَبِيعُوا
كَيْفَ شِئْتُمْ
إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
“Emas dengan emas,
perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan
kurma, garam dengan garam, semisal, setara, dan kontan. Apabila jenisnya
berbeda, juallah sesuka hatimu jika dilakukan dengan kontan”.HR Muslim dari
Ubadah bin Shamit ra).
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ
وَزْنًا
بِوَزْنٍ
مِثْلًا
بِمِثْلٍ
وَالْفِضَّةُ
بِالْفِضَّةِ
وَزْنًا
بِوَزْنٍ
مِثْلًا
بِمِثْلٍ
فَمَنْ زَادَ أَوْ اسْتَزَادَ
فَهُوَ رِبًا
“Emas dengan emas, setimbang
dan semisal; perak dengan perak, setimbang dan semisal; barang siapa yang
menambah atau meminta tambahan, maka (tambahannya) itu adalah riba”. (HR Muslim
dari Abu Hurairah).
عن فضالة
قال: اشتريت يوم خيبر قلادة باثني عشر دينارًا
فيها ذهب وخرز، ففصّلتها
فوجدت فيها أكثر من اثني عشر ديناراً،
فذكرت ذلك للنبي صلّى الله عليه وسلّم فقال: ”لا تباع حتى تفصل “
“Dari Fudhalah
berkata: Saya membeli kalung pada perang Khaibar seharga dua belas dinar. Di
dalamnya ada emas dan merjan. Setelah aku pisahkan (antara emas dan merjan),
aku mendapatinya lebih dari dua belas dinar. Hal itu saya sampaikan kepada Nabi
saw. Beliau pun bersabda, “Jangan dijual hingga dipisahkan (antara emas dengan
lainnya)”. (HR Muslim dari Fudhalah)
Dari Said bin
Musayyab bahwa Abu Hurairah dan Abu Said:
“Sesungguhnya
Rasulullah saw mengutus saudara Bani Adi al-Anshari untuk dipekerjakan di
Khaibar. Kamudia dia datang dengan membawa kurma Janib (salah satu jenis kurma
yang berkualitas tinggi dan bagus). Rasulullah saw bersabda, “Apakah semua
kurma Khaibar seperti itu?” Dia menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah .
Sesunguhnya kami membeli satu sha’ dengan dua sha’ dari al-jam’ (salah satu
jenis kurma yang jelek, ditafsirkan juga campuran kurma). Rasulullah saw
bersabda, “Jangan kamu lakukan itu, tapi (tukarlah) yang setara atau juallah
kurma (yang jelek itu) dan belilah (kurma yang bagus) dengan uang hasil
penjualan itu. Demikianlah timbangan itu”. (HR Muslim).
Imam Bukhari meriwayatkan
sebuah hadits dari Abu Burdah bin Musa; ia berkata, “Suatu ketika, aku
mengunjungi Madinah. Lalu aku berjumpa dengan Abdullah bin Salam. Lantas orang
ini berkata kepadaku: ‘Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat yang di sana
praktek riba telah merajalela. Apabila engkau memberikan pinjaman kepada
seseorang lalu ia memberikan hadiah kepadamu berupa rumput ker¬ing, gandum atau
makanan ternak, maka janganlah diterima. Sebab, pemberian tersebut adalah
riba”. [HR. Imam Bukhari]
Juga, Imam Bukhari
dalam “Kitab Tarikh”nya, meriwayatkan sebuah Hadits dari Anas ra bahwa
Rasulullah SAW telah bersabda, “Bila ada yang memberikan pinjaman (uang maupun
barang), maka janganlah ia menerima hadiah (dari yang meminjamkannya)”.[HR.
Imam Bukhari]
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari
hadits Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu
‘alahi wa sallam bersabda: “Hindarilah tujuh hal yang membinasakan.” Ada yang bertanya:
“Apakah tujuh hal itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah,
sihir, membunuh jiwa dengan cara yang haram, memakan riba, memakan harta anak
yatim, kabur dari medan perang, menuduh berzina wanita suci yang sudah menikah
karena kelengahan mereka. “
Diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari dari Samurah
bin Jundub radhiyallahu
‘anhu bahwa ia
menceritakan: Rasulullah Shallallahu
‘alahi wa sallam bersabda: “Tadi malam aku melihat dua orang lelaki, lalu keduanya
mengajakku pergi ke sebuah tanah yang disucikan. Kamipun berangkat sehingga
sampai ke satu sungai yang berair darah. Di situ terdapat seorang lelaki sedang
berdiri. Di tengah sungai terdapat seorang lelaki lain yang menaruh batu di
hadapannya. Ia menghadap ke arah lelaki yang ada di sungai. Kalau lelaki di
sungai itu mau keluar, ia melemparnya dengan batu sehingga terpaksa lelaki itu
kembali ke dalam sungai darah. Demikianlah seterusnya setiap kali lelaki itu
hendak keluar, lelaki yang di pinggir sungai melempar batu ke mulutnya sehingga
ia terpaksa kembali lagi seperti semula. Aku bertanya: “Apa ini?” Salah seorang
lelaki yang bersamaku menjawab: “Yang engkau lihat dalam sungai darah itu
adalah pemakan riba.”
2 komentar:
Saya selalu berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan peminjam yang meminjamkan uang tanpa membayar terlebih dahulu.
Jika Anda mencari pinjaman, perusahaan ini adalah semua yang Anda butuhkan. setiap perusahaan yang meminta Anda untuk biaya pendaftaran lari dari mereka.
saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah SUZAN INVESTMENT COMPANY. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir Rp35 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.
Pembayaran yang fleksibel,
Suku bunga rendah,
Layanan berkualitas,
Komisi Tinggi jika Anda memperkenalkan pelanggan
Hubungi perusahaan: (Suzaninvestment@gmail.com)
Email pribadi saya: (Ammisha1213@gmail.com)
Assalamu'alaikum Kak mau koreksi tulisannya kebetulan aja aku mampir di blognya, ada salah satu tulisan yg bilang "sumpah demi neptunus" itu mohon dihilangin aja kak soalnya salah satu kata bentuk menyekutukan Allah. Bersumpah selain Allah. Mohon maaf jika lancang, trimakasih. ��
Posting Komentar