Rabu, 05 Juli 2017

Bank dan Traktiran Teman dari Gaji Muamalah "RIBA"

Belakangan ini saya sering diliputi cemas beranak-anak tentang bagaimana syariat Islam memandang persoalan seorang muslim yang diberi hadiah, ditraktir atau dipinjami uang oleh rekan-rekannya yang bekerja di bank.

Lingkungan saya adalah seperti lingkungan kebanyakan seusia saya. Tidak lepas dari teman atau bahkan keluarga yang bekerja di bank. Sebelumnya saya selalu mencoba positive thinking dan kagum pada mereka yang mendapat pekerjaan yang dalam pandangan saya kala itu terlihat elegan dan sangat berkelas (ini wujud dari seseorang yang kurang ilmu)..

Saya bilang ;
“ah bekerja adalah ibadah, tentu Allah akan senang”

“Ini bukan salah teman-teman saya mengapa bekerja di bank, sistem perekonomian kapitalis dari negara inilah yang salah karena telah memerdekakan riba”

“Gaji teman-teman saya halal, karena mereka diberi upah atas pekerjaan mereka. Mereka hanyalah karyawan, dosa riba biarlah pembuat bank itu yang menanggung”

“Jika pendapatan teman-teman saya haram, berarti sayapun hingga orang-orang shaleh shalehah seluruh dunia kebanyakan memiliki aktifitas haram dong. Yah..saya memiliki tabungan rekening, keluar masuk ATM, bayar uang pendaftaran untuk S2 bulan lalu pun pakai jasa bank.”

Apalagi?
Saat masih fresh-fresh graduate-nya, saya pun sempat melayangkan lamaran pekerjaan saya di salah satu bank berlabel syariah di Kota Makassar. Kedangkalan pikiran saya saat itu mengatakan “tak apa, ini bank syariah kok, bank syariah tentu bernafaskan islam, tentu sesuai dengan hukum transaksi perekonomian dalam islam, tentu pendapatannya halal, tentu Allah tidak murka.” (lagi-lagi ini wujud dari kurangnya ilmu).. Saya belum tahu bahwa kebanyakan bank begitu tega mengambil kata “syariah” padahal jauh dari ekspektasi. Apapun itu, sampai saat ini kalau mengingat-ingat kejadian itu, sumpah demi Neptunus, sering istighfar tanpa spasi oleh karena saya pernah mencoba bermaksud menutupi hidup saya dari cahaya ridha-Nya. 


Kembali ke persoalan awal. Sejak pulang dari Kediri, saya sering mendapatkan traktiran dari teman yang bekerja di bank, mulai dari teman SMA hingga teman angkatan kuliah. Alhamdulillah rezeki, pikirku kala itu. Namun jika islam telah diputuskan menjadi landasan hidup dan jika majelis ilmu telah menjadi sumber tenang, maka siapapun pasti akan selalu saja mencari tahu bagaimana Islam menghukumi suatu perkara. Saat itu saya mendapati postingan akun line islam bertuliskan “berhati-hatilah terhadap apa yang kamu makan”, entah ada angin apa saya tiba-tiba kepikiran dengan makanan yang dibayarkan dengan uang yang telah saya ketahui dengan pasti bersumber dari upah riba. Sayapun mulai bertanya sana sini tentang bagaimana hukumnya jika saya menerima traktiran/ hadiah/ pinjaman oleh teman-teman saya yang bekerja di bank sampai-sampai berniat melayangkan pertanyaan seputar itu kepada Ustadz Khalid Basalamah jika berkesempatan (belum terwujud haha). Dari jawaban yang saya dapatkan, kebanyakan dari mereka ragu akan halal/haramnya, ada juga beberapa yang menyuruh untuk lebih baik menghindarinya. Jawaban yang paling mengena saat itu adalah justru yang berwujud “pertanyaan balik”. “Jika kamu ditraktir makan oleh teman, dan telah kamu ketahui dengan pasti bahwa uang yang dia gunakan untuk membayarnya adalah uang hasil curian dari kotak masjid. Apakah kamu mau memakannya?”

Jleb…
Jangankan memakannya, mengunyahnya pun saya ragu akan sanggup. Lalu mengapa saya masih bingung pada status haramnya, sedang saya tahu pasti level dosa dari mencuri dan memakan riba seperti apa. Mencuri dikenakan hukum potong tangan, itupun jika si pencuri menolak untuk bertaubat dan telah seringkali melanggar sumpah. Namun pemakan harta riba, Allah dan Rasul-Nya lansung terang-terangan nyatakan peperangan. Naudzubillah.. 

Saya lalu memutuskan untuk lebih memilih tersinggungnya teman daripada murkanya Allah. Saya berniat mengembalikan uang dari makanan yang telah saya makan. Namun sebelum itu saya mendapat petuah yang mengurungkan saya. “Tidak perlu mengembalikannya untuk tetap menjaga hubungan kekerabatan dan mulailah menghindari untuk menerima segala bentuk harta haram lagi semaksimal mungkin, bertobat pada Allah niscaya Allah pasti mengampuni”

Tidak sampai disitu, ilmu mengupas tuntas tentang hukum bekerja di bank dan sumber harta karyawannya telah membuat saya penasaran untuk mempelajarinya lebih dalam. Semoga karyawan-karyawan yang bekerja dalam area transaksi riba pun memiliki rasa penasaran yang lebih dari saya.

Saya mempelajari status saya yang memiliki rekening tabungan bank, mengirim menarik uang melalui atm, menggunakan jasa bank pada berbagai jenis pembayaran atau bahkan hukum PNS dan pekerja BUMN yang pendapatannya halal namun dikirimkan melalui jasa bank. Saya menemukan jawaban yang mengisyaratkan bahwa hal itu adalah sebuah aktifitas halal karena sama sekali tidak berhubungan dengan transaksi pinjam-meminjam yang menggunakan patokan bunga ataupun kredit barang dengan angsuran berbunga. Insha Allah saya mendapati ini sebagai sebuah pendapat shahih.

Dari hal inilah saya paham bahwa sebenarnya dalam sistem bank tidak semuanya bersifat haram. Ada jasa-jasa tertentu yang bersifat halal seperti yang saya sebutkan tadi. Jadi gaji karyawan bank sebenarnya adalah perpaduan dari sumber halal dan sumber haram. Namun seperti air siap minum seember yang telah dituangkan air comberan sesendok. Siapa yang mau meminumnya?

Kemarin sempat berbincang-bincang dengan pencari ilmu tergesit yang pernah kukenal “Kakak Despry Nur Annisa”. Dari pembicaraannya saya dapat mengambil kesimpulan bahwa betapa dia sangat menyayangkan mengapa banyak adik-adik juniornya yang rela mencetak dosa setiap hari, rela menumpuk nutrisi haram dalam tubuhnya. Dari dia juga saya mendapatkan kalimat yang lebih “jleb” lagi yaitu “jika ingin jadi pegawai bank, mending menjadi satpamnya saja biar aman”. Mengapa? Satpam tidak termasuk orang yang mencatat, menganalisa ataupun memasarkan transaksi riba. Upah mereka didapat dari jaminan keamanan yang mereka berikan kepada pihak bank sehingga banyak pendapat yang mengatakan bahwa gaji satpam bank adalah only one pendapatan halal dalam naungan bank konvensional. Sejujurnya saya salut dengannya yang benar-benar berani menyuarakan islam tanpa ragu, tanpa takut. Dia begitu rela menjadi pekerja Allah dengan menchat secara personal rekan-rekannya yang bekerja di bank. Alasannya dia takut jika nanti Allah memintainya pertanggungjawaban atas rekan-rekannya. Sedang saya? Saya belajar, mencari tahu lalu memendam. Takut disangka iri hati dengan pekerjaan temanlah, takut dibilang kurang asyiklah, takut dicap terlalu soklah. Takut ini takut itu. Dalam hati, kadang saya meringis, betapa saya lemah karena begitu menjaga perasaan manusia namun enggan menyampaikan risalah Allah Azza wa Jalla.

Saya sungguh tidak menampik, zaman liberalisator seperti ini, mati-matian menegakkan sunnah sekalipun akan sulit tidak terkena cipratan riba, oleh karena sistem ini terlanjur mengakar dalam kehidupan umat. Namun bukankah kita dapat menggunakan alasan ini dihadapan Allah karena telah menjadi diluar kuasa kita. Lantas jika bekerja di bank dan makan duit haram, apakah Allah mau menerima alasan “karena tidak ada rezeki pekerjaan yang lain”? Yuk mikir. Orang-orang yang mau dan sedang bekerja di bank, kebanyakan dari mereka justru tahu bahwa apa yang dilakukan itu salah. Mereka paham tentang legalitas dosa tidaknya pekerjaannya. Setiap akan ke kantor, mereka seharusnya menyadari bahwa hal itu sama saja datang ke suatu tempat untuk berzina dengan ibu kandung/ ayah kandung sendiri. Tidakkah kalian pernah mendengar Rasulullah SAW menyampaikan bahwa dosa riba sama saja dengan dosa menzinahi ibu kandung sendiri? Kalian sholat, berpuasa dan memohon rezeki pada Allah tapi setiap hari makan dan mengenakan pakaian dari harta haram? Dimana akal sehat?


Sistem negara ini memang salah karena telah memerdekakan riba namun akan lebih salah lagi jika kita termasuk salah satu dari orang-orang yang bekerja menyuburkannya. Yakin masih ingin mengambil pinjaman berbunga di bank, berasuransi, bekerja pada muamalah riba, juga menyicil barang-barang mewah dengan sistem riba? Yuk bertaubat. Takutlah pada hari dimana tidak berlaku lagi perniagaan dan hubungan kekerabatan. Dan ingatlah ibu bapak, mereka adalah yang sungguh paling membutuhkan amal berlipat-lipat karena telah melahirkan anak-anak yang taat kepada-Nya

Firman Allah dan Hadist Rasulullah tentang Muamalah Ribawi
1.    QS Al Baqarah (2): 275

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبا لا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ 

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. 

2.    QS. Ar-Ruum: 39
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” 

3.    QS. An-Nisaa’: 160-161
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) Dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” 

4.    QS. Ali Imraan: 130
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” 


5.    QS Al Baqarah (2): 279
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. 

6.    Di dalam Sunnah, Nabi Muhammad SAW bersabda; 

دِرْهَمُ رِبَا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ زِنْيَةً 
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka itu lebih berat daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah). 

الرِبَا ثَلاثَةٌَ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ, وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عَرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمَ 
“Riba itu mempunyai 73 pintu, sedang yang paling ringan seperti seorang laki-laki yang menzinai ibunya, dan sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu kehormatan seorang muslim”. (HR Ibnu Majah). 

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّباَ وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ 
“Rasulullah saw melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim).

آلاَ إِنَّمَا الرِّبَا فِيْ النَّسِيْئَةِ
“Ingatlah, sesungguhnya riba itu dalam nasi’ah”. (HR Muslim). 

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ 
“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, semisal, setara, dan kontan. Apabila jenisnya berbeda, juallah sesuka hatimu jika dilakukan dengan kontan”.HR Muslim dari Ubadah bin Shamit ra). 

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ فَمَنْ زَادَ أَوْ اسْتَزَادَ فَهُوَ رِبًا 
“Emas dengan emas, setimbang dan semisal; perak dengan perak, setimbang dan semisal; barang siapa yang menambah atau meminta tambahan, maka (tambahannya) itu adalah riba”. (HR Muslim dari Abu Hurairah). 

عن فضالة قال: اشتريت يوم خيبر قلادة باثني عشر دينارًا فيها ذهب وخرز، ففصّلتها فوجدت فيها أكثر من اثني عشر ديناراً، فذكرت ذلك للنبي صلّى الله عليه وسلّم فقال: لا تباع حتى تفصل “ 
“Dari Fudhalah berkata: Saya membeli kalung pada perang Khaibar seharga dua belas dinar. Di dalamnya ada emas dan merjan. Setelah aku pisahkan (antara emas dan merjan), aku mendapatinya lebih dari dua belas dinar. Hal itu saya sampaikan kepada Nabi saw. Beliau pun bersabda, “Jangan dijual hingga dipisahkan (antara emas dengan lainnya)”. (HR Muslim dari Fudhalah) 

Dari Said bin Musayyab bahwa Abu Hurairah dan Abu Said: 

“Sesungguhnya Rasulullah saw mengutus saudara Bani Adi al-Anshari untuk dipekerjakan di Khaibar. Kamudia dia datang dengan membawa kurma Janib (salah satu jenis kurma yang berkualitas tinggi dan bagus). Rasulullah saw bersabda, “Apakah semua kurma Khaibar seperti itu?” Dia menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah . Sesunguhnya kami membeli satu sha’ dengan dua sha’ dari al-jam’ (salah satu jenis kurma yang jelek, ditafsirkan juga campuran kurma). Rasulullah saw bersabda, “Jangan kamu lakukan itu, tapi (tukarlah) yang setara atau juallah kurma (yang jelek itu) dan belilah (kurma yang bagus) dengan uang hasil penjualan itu. Demikianlah timbangan itu”. (HR Muslim). 

Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Burdah bin Musa; ia berkata, “Suatu ketika, aku mengunjungi Madinah. Lalu aku berjumpa dengan Abdullah bin Salam. Lantas orang ini berkata kepadaku: ‘Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat yang di sana praktek riba telah merajalela. Apabila engkau memberikan pinjaman kepada seseorang lalu ia memberikan hadiah kepadamu berupa rumput ker¬ing, gandum atau makanan ternak, maka janganlah diterima. Sebab, pemberian tersebut adalah riba”. [HR. Imam Bukhari]

Juga, Imam Bukhari dalam “Kitab Tarikh”nya, meriwayatkan sebuah Hadits dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Bila ada yang memberikan pinjaman (uang maupun barang), maka janganlah ia menerima hadiah (dari yang meminjamkannya)”.[HR. Imam Bukhari]

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda: “Hindarilah tujuh hal yang membinasakan.” Ada yang bertanya: “Apakah tujuh hal itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa dengan cara yang haram, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari medan perang, menuduh berzina wanita suci yang sudah menikah karena kelengahan mereka. “

Diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu bahwa ia menceritakan: Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda: “Tadi malam aku melihat dua orang lelaki, lalu keduanya mengajakku pergi ke sebuah tanah yang disucikan. Kamipun berangkat sehingga sampai ke satu sungai yang berair darah. Di situ terdapat seorang lelaki sedang berdiri. Di tengah sungai terdapat seorang lelaki lain yang menaruh batu di hadapannya. Ia menghadap ke arah lelaki yang ada di sungai. Kalau lelaki di sungai itu mau keluar, ia melemparnya dengan batu sehingga terpaksa lelaki itu kembali ke dalam sungai darah. Demikianlah seterusnya setiap kali lelaki itu hendak keluar, lelaki yang di pinggir sungai melempar batu ke mulutnya sehingga ia terpaksa kembali lagi seperti semula. Aku bertanya: “Apa ini?” Salah seorang lelaki yang bersamaku menjawab: “Yang engkau lihat dalam sungai darah itu adalah pemakan riba.”

2 komentar:

AMISHA mengatakan...




Saya selalu berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan peminjam yang meminjamkan uang tanpa membayar terlebih dahulu.

Jika Anda mencari pinjaman, perusahaan ini adalah semua yang Anda butuhkan. setiap perusahaan yang meminta Anda untuk biaya pendaftaran lari dari mereka.

saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah SUZAN INVESTMENT COMPANY. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir Rp35 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.

Pembayaran yang fleksibel,
Suku bunga rendah,
Layanan berkualitas,
Komisi Tinggi jika Anda memperkenalkan pelanggan

Hubungi perusahaan: (Suzaninvestment@gmail.com)

Email pribadi saya: (Ammisha1213@gmail.com)

Anonim mengatakan...

Assalamu'alaikum Kak mau koreksi tulisannya kebetulan aja aku mampir di blognya, ada salah satu tulisan yg bilang "sumpah demi neptunus" itu mohon dihilangin aja kak soalnya salah satu kata bentuk menyekutukan Allah. Bersumpah selain Allah. Mohon maaf jika lancang, trimakasih. ��

Powered By Blogger