Jumat, 07 April 2017

Jadilah Lebih Cerdas!!!! Dengan Takwa..


By the time! Man is surely in loss, except those who believed and did good works, and exhorted one another to Truth and exhorted one another to Patience (Qs. Al-Asr 1-3)

Di antara banyaknya kita, sebenarnya siapa yang lebih “Cerdas”?

Pakar tata bahasa, KBBI, para pendahulu, psikolog, engineer, media dan manusia-manusia macam kita (barangkali) berpendapat selaras dan tidak begitu riskan berbeda, bahwa cerdas adalah kemampuan intelektual dengan tingkatan diatas rata-rata, penguasaan numerik yang mumpuni, cepat tanggap dan adaptasi, daya kuat bilingualism atau bahkan kemampuan menelikung uang negara tanpa tercium oleh KPK. Seluruh kehebatan yang berjibaku dengan pemerasan kinerja otak yang berintensitas langka, entah itu bersifat baik tak terperi ataupun licik bukan main, demikianlah orang-orang yang dikatakan mengemban gelar “cerdas” di dunia ini.

Tapi ternyata, Allah SWT melalui Rasulullah SAW, para Nabi dan orang-orang Salafush Shalih mengabarkan konsep valid tentang kata “cerdas” yang lebih luas dan nyata berperadaban tinggi. Sebuah artifisial yang begitu menohok ulu hati bahwa selama ini kita telah banyak dibutakan dengan sebuah pemikiran tentang keharfiahan “cerdas, sukses, hebat, kaya, baik, dan kata-kata takzim semacamnya” dengan arti yang begitu sempit, kasta rendahan dan juga fana.

“Wahai Rasulullah, siapakah orang-orang yang paling cerdas?” Rasulullah lalu menjawab “Yang paling cerdas diantara kalian adalah yang paling banyak mengingat mati dan kemudian yang paling baik persiapannya menuju kematian itu sendiri” (HR Ibnu Majah, Thabrani dan Al Haitsami)

Tawakkaltu ‘alallah! Dan biaslah mentalitas seluruh pemahaman paradoks tentang siapa yang paling cerdas di antara kebanyakan wajah. Yang paling banyak mengingat “kesudahan hidup ini” dan peduli pada persiapannya menuju Ilahi Robbi-lah yang paling mafhum disebut cerdas. Lalu barulah kecerdasan visual, numerik, bahasa, finansial, emosional dan semacamnya mengikut setelahnya. Tulisan ini bukan untuk mengakuisisi persoalan adu stabilitas tentang siapa hebat siapa skakmat, juga bukan untuk bermonolog menyuarakan sesuatu yang dipandang benar. Berpikir!!! Mengajak untuk berpikir!!! Kalian tahu apa yang membedakan satu manusia dengan manusia lainnya setelah tingkat ketakwaan? Ialah bagaimana ia berpikir, bagaimana tingkat ketidakacuhan, keingintahuan, upaya untuk paham, terkesiap membuka pikiran, mata juga hati lalu menerapkan hujjah pada dirinya sendiri atas apa-apa saja yang menyia-nyiakan dirinya dan apa-apa yang memuliakan hidupnya.

Kalian barangkali ketar ketir kebosanan, mendapati timeline kalian telah dijejali ruah oleh makhluk-makhluk dengan high mentality menyeru untuk datang mendekati Allah, rayuan untuk mengingat mati, hasutan untuk prihatin pada imoralitas umat juga undangan mengkaji Islam yang begitu kerap. Kebosanan pada hal yang serupa dan itu-itu terus. Blog inipun sama saja. Menghujani orang-orang dengan larangan untuk senang menikmati hidup lalu menyuruh bersusah payah untuk sesuatu yang belum waktunya (katanya).

Please.. dengan khidmat kukatakan jangan bosan dulu karena ini adalah bagian krusial yang ingin saya bagi.
Hikayatnya, banyak yang menjebak dirinya sendiri pada konteks palsu “hijrah”. Mereka yang belum memutuskan berhijrah ataupun yang sudah begitu tekun mendalami Islam, terkurung pada sebuah pragmatis yang berbunyi “Mereka yang berhijrah, maka prioritas seluruh elemen hidupnya berupa waktu, tenaga, pikiran dan seluruh daya upaya, dikerahkan untuk beribadah kepada Allah sepanjang waktu, memutuskan kontak dengan dunia yang melenakan dan tenggelam untuk keperluan akhirat saja.” Tabiat paham yang overvalued inilah yang membuat orang-orang yang belum berideologi Islam semakin tidak tertarik dan orang-orang yang telah sami’na waa ato’na semakin kaku.

Pembahasan tadi kujelaskan dengan perspektif seradikal mungkin, namun secara sederhananya barangkali berbunyi seperti ini “Ketika orang-orang yang baru diselupi Islam dalam hatinya, memutuskan untuk mengubah hidupnya di jalan Allah maka serta merta mereka harus lansung say goodbye dengan teman-teman yang tidak sevisi lagi dengannya, menutup seluruh akun sosial media, membuang seluruh pakaian selemari, mengganti seluruh buku di rak belajar dengan karya otentik berbau islam, meniadakan interaksi dengan lawan jenis atau bahkan tidak memberi kesempatan pada dirinya sendiri untuk sekedar berlibur dan bersuka cita. Kawanku yang baik, berhenti sekaku itu pada agama ini. Agama ini tidaklah dipahami dengan keras seperti kawat. Tidak ada sedikitpun ajakan mendekati Islam dengan meninggalkan seluruh fatamorgananya dunia.

Kalian barangkali sudah berada di puncak kelu. Bertahanlah untuk sebentar lagi. Please…

Prioritas dalam hidup ini dibagi menjadi dua. Prioritas utama dan prioritas yang mengikuti. Keduanya saling bergandengan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Barangkali bisa kujelaskan sekenanya melalui ilustrasi seperti ini;
Source : Author’s illustration

Musibah terpelik adalah ketika membolak balikkan fitrah posisi kedua prioritas diatas.  Percaya apa kataku, “sungguh kita pasti akan binasa jika melanggar fitrah”. Prioritas kedua dalam hidup yang mengancam remuk redamnya interpretasi prioritas utama maka tinggalkan, putuskan dan jauhi seperti kau sedang marathon. Valuable-nya Islam, sekalipun hal-hal yang tergabung dalam “prioritas kedua” beresonansi pada rana “dunia”, maka tetap harus dengan tujuan “mencari Ridho Allah.” Sangat struktural bukan?

Pikirkanlah sedikit lagi. Apa yang menghalangimu untuk taat pada Dzat yang maha memberi nikmat? Jika kau pikir Islam akan merenggut masa mudamu dengan keruwetan yang harusnya dipikirkan nanti saja maka pikirkan ada berapa banyak mereka yang mati kena gulung sebelum usia ¼ abad? Jika kau pikir Islam akan banyak membatasimu untuk mengekspresikan jati dirimu maka sejujurnya kusuarakan dengan renyah, bahwa Islam datang agar kesukaan tidak melenakan, agar kesenangan tidak membiuskan, agar kegemaran tidak melalaikan dan agar kecintaan tidak membutakan. Aturan Allah SWT dan Rasul-Nya justru akan mengendalikanmu, menjadi “protection” agar hatimu mengerti batas.

Coba renungkan lamat-lamat kembali, apa yang membuatmu bertahan dengan sholat yang berfrekuensi sempoyongan, dengan hubungan paling ter-primitif didunia (pacaran), dengan sumber rezeki yang mengundang murka Allah, dengan bacaan Al-Qur’an yang terpatah-patah, dengan ketidakpedulian pada riuh rendahnya nasib umat, dengan tata cara berbusana yang membuatmu kehilangan pamor di mata Allah? Apa yang membuatmu begitu dilanda takjub pada anatomis ketidaktaatan hingga lupa berpikir, lupa menggunakan akal, lupa memilah, lalai bermuhasabah, bangga menyia-nyiakan usia, lupa hakikat kita diciptakan?

“Masuklah menjadi bagian dari orang-orang yang berjalan kembali menuju Allah. Segera! Jangan menunggu hingga jalan itu tidak dapat dilalui, atau tidak ada lagi orang yang bisa memberi petunjuk ke jalan itu” (Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam Kitab Sirrul Asrar)
Beberapa tulisan sebelumnya saya begitu berhati-hati untuk menuliskan kalimat ber-klaim ajakan, takut terkesan menggurui, beruntai-untai pada pemikiran tentang bagaimana jika kalian berfikir “Ah, kamu yang dulu juga tidak jauh berbeda dari kebanyakan orang, kamupun pernah tidak begitu peduli dengan shalatmu, memakai jins tanpa malu, menyakiti orang lain, berhijab mode jahiliah, sibuk memperhatikan tampilan sosial media, serabutan perhatiannya pada pacar, picik berkhianat, mengambil hak yang bukan milik. Tapi akhirnya saya sadar bahwa pemikiran-pemikiran tersebut sudah saatnya gulung tikar. Oleh karena jika saya diberi mandat untuk menarik garis lurus perjalanan dari titik mula dimana saya beranjak, maka pastilah kalian mendapati bahwa setiap hari dalam hidup saya terantuk-antuk pada penyesalan mengapa dulu harus menjadi makhluk hasil tutorial sinetron dan buruknya peradaban. Namun begitulah hidup ini ditasbihkan, kesalahan-kesalahan saya yang berbukit-bukit yang sama sekali tidak terjangkau hukum namun rasanya saya seperti perlu divonis berat atas sekulernya pandangan hidup dahulu.

Jadilah lebih cerdas akhi ukhti,
Jadilah lebih intelektual, cerdas spiritual
Jadilah bagian dari umat yang berani menunjukkan identitas muslimnya
dan masuklah ke dalam golongan pemuda yang banyak mengingat mati namun tetap ksatria mencapai cita-cita dunia

Dari saudaramu yang belum juga baik

Ipa

4 komentar:

Sumar mengatakan...

Super sekali kakak, tapi toh pada bagian prioritas utama, yang nomor dua itu harusnya di tempatkan di nomor satu atau nomor 4. jadi bisa terlihat sekuensial prioritas tujuan hidup di Dunia. :)

iparahman mengatakan...

Terima kasih telah mengunjungi blog yg miskin peminat dan uninteresting ini.. hahaha. Terima kasih untuk kritikannya chief.

Perlu saya jelaskan, bahwa sebenarnya saya hanya berfokus pada urutan "yg mana yg menjadi prioritas utama dan kedua dlm seluruh motilitas hidup". Adapun daftar yg terangkum dalam kedua prioritas diatas bersifat ekuilibrium atau  setara terkecuali sub "Mencari Ridho Allah SWT" yang menurut hemat saya, dapat dikatakan berada dalam majelis paling tinggi. Chief pernah dengar bukan kisah seorang alim yang menghabiskan waktunya untuk beribadah sepanjang waktu dan juga menjadi bagian dalam perjuangan Islam namun ia bermasalah dalam rana yaumul hisabnya akibat Allah tidak ridho pada usaha dan niatnya. Wallahu 'alam bishawab.

Barangkali sy salah karena menampilkan ilustrasinya dengan menggunakan "angka 1,2,3,4 dst". Seharusnya saya menggunakan tanda poin2 saja sehingga tidak impulsif pada sebuah "urutan".

Dan satu hal lagi (haha..tak kalah krusial), dipanggil "kakak" oleh orang yang berdasarkan rentang usia pantas kuanggap "oldest brother" ini, rasa rasanya seolah saya memiliki penampilan yang sangat primitif. hahhaha but never mind. Kritikannya sungguh cerdas. Terima kasih :)

Unknown mengatakan...

terxta anak2 blog ple! pantasan nd mw skli bikin instagram

iparahman mengatakan...

wew haha instagram dan ngeblog tidak ada kaitannya. Soal ketidakinginan berinstagram barangkali bentuk pengendalian diri ji (hahah). Kalo soal ngeblog mngkin bawaan dri lahir, suka meliteraturkan curhat. wkwkw

Powered By Blogger