Jumat, 10 Maret 2017

Lebih Dekat dengan 7 Waktu

“Bagaimana caraku menjaga shalatku? Saya ingin berubah dan memulainya dengan shalat namun sejujurnya saya begitu sulit mempertahankan niat yang selalu hanya menggebu-gebu di awal. Sulit bagi saya untuk bertahan. Melawan selimut saat subuh atau untuk sementara waktu menghempas kesibukan dunia kala siang, terlampau sulit untuk kulakukan. Lima waktu terasa berat sekali.”

Seseorang pernah menceritakan problematika demikian kepada saya, lalu kutimpali “Cobalah shalat 7 waktu, sholat fardhu lalu  kau tambahkan dengan amalan sholat dhuha kala pagi dan tahajjud witir kala sepertiga malam.” Dia tidak terkejut, hanya saja responnya seperti mengisyaratkan bahwa dia bertanya pada orang yang salah. Ekspresinya mengatakan “Lima waktu saja susah”

“Peliharalah segala shalatmu dan peliharalah shalat wusthaa (ashar). Berdirilah untuk Allah dalam shalatmu dengan khusyu. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya) ,maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah) sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kau ketahui (al-Baqarah:238-239)

Kalian tahu, terapi anestesi yang dilakukan sebelum dokter melakukan pembedahan? Mereka dibagi atas pembiusan total, pembiusan lokal dan pembiusan regional. Ketiganya dibedakan berdasarkan jangkauan bius yang dibutuhkan serta banyaknya zat bius yang digunakan. Beberapa pasien terpaksa diberi pembiusan total karena operasinya termasuk ke dalam tingkat berat. Namun ada pula yang diberi pembiusan yang hanya diaktifkan pada bagian tubuh yang terserang bakal tumor kecil saja. Saya selalu berfikir bahwa beberapa orang (termasuk saya) adalah rupa-rupa yang terlalu memanjakan diri hingga payah terhadap peperangan mencapai taat.

Jika pembiusan regional pada dirimu kau rasakan tak mempan malah menjadikan dirimu frustasi karena tidak bisa menjadi kapten atas nafsumu sendiri, apa salahnya melakukan pembiusan taat secara total dengan sedikit memaksakan diri. Perihal memaksakan diri dalam ibadah, apa yang salah?. Kebanyakan orang yang kutemui selalu begitu durabel pada ideologi seperti ini “Saya tidak ingin menurut aurat jika itu karena terpaksa, saya baru akan shalat jika murni dari kemauan saya, saya benar-benar ingin mempelajari Al-Qur’an jika hati saya sudah merasa ikhlas.” Kunamai persepsi seperti ini dengan Alibi berujung nothing. Bagaimana jika ajal menjadi tamu yang lebih dulu mengetuk pintu daripada rasa ikhlas?

Ibu-ibu sejak zaman “minyak rambut kemiri” hingga hari ini barangkali selalu mengatakan kepada anak-anaknya yang belum ia anggap dewasa “Cobalah sedikit-sedikit, hari ini mulailah dengan shalat subuh, besok-besok kalau telat, kamu bisa mengerjakan shalat lain”. “Cobalah shalat dua waktu, bulan depan mungkin kamu sudah bisa sempurna, nanti ibu beri hadiah.” 

Lantas saat orang-orang yang berusia diatas 17 tahun, 1/4 abad hingga 3 dekade mengeluhkan dirinya yang merasa berat atas shalat-shalatnya, apa pantas jika kepadanya dikatakan “cobalah shalat satu waktu saja dulu!” ?

Doc. google
Aku berlindung pada Allah dari metode dakwah yang salah. Shalat 7 waktu dengan komposisi 5 waktu wajib dan 2 waktu yang sangat dianjurkan. Dulu saya berfikir “yang penting shalat wajibku kutunaikan.” Kalimat muslim seperti kalimatku ini sama seperti anak sekolah yang tersenyum luar biasa puas dengan mengatakan “tidak apa-apa dapat nilai 65, yang penting saya tidak mengikuti ujian dua kali.” Ini salah satu bukti dari banyaknya hal yang menyatakan bahwa saya pernah termasuk orang yang tidak terlalu berambisi untuk lebih dekat pada-Nya, bagiku sama saja jika kukatakan “tidak begitu mengharapkan perjumpaan denganNya kelak juga tidak menginginkan surgaNya.”

Terlampau lupa bahwa “shalat yang dua waktu ini” (shalat dhuha dan shalat di sepertiga malam) berhukum sunnah muakkad (sangat dianjurkan/ ditekankan) dimana yang menganjurkan adalah Allah SWT dan Rasul-Nya sendiri.

Bagi seorang job and scholarship hunter pasti tahu bahwa tiap-tiap program beasiswa maupun lowongan pekerjaan memiliki persyaratan masing-masing, Beberapa diantaranya harus melampirkan berkas berstatus wajib dan ada pula berkas yang “bersifat pilihan, namun diutamakan”. Untuk hal duniawi saja yang ketidak-kekalannya dapat dipastikan, orang-orang kadang tetap memburu mati-matian kelengkapan berkas yang sekalipun berstatus opsional (tidak mutlak) agar peluang lolos seleksi administrasi semakin besar. Lalu bagaimana dengan amalan sunnah muakkad yang Allah anjurkan? Seberapa besar usaha yang dilakukan agar lolos seleksi ke surga-Nya yang kekekalannya tidak terelakkan?

Oleh karena agama ini mengepitomisasi bahwa muslim memiliki tanggung jawab atas saudara muslimnya yang lain dalam hal “nasehat menasehati” sekalipun di hari pengadilan nanti kita semua terhisab sendiri-sendiri, maka saya begitu ingin menyuarakan keutamaan 2 waktu shalat sunnah muakkad ini. Mengenai shalat wajib 5 waktu yang legalitasnya sudah begitu lazim, saya hanya bisa mengatakan, jika kamu sudah melewati lebih dari 5.000 hari dalam hidupmu, namun belum juga mampu mengikrarkan diri untuk menunaikan sesuatu yang jelas diwajibkan atasmu, saudaraku,,,, kamu dan juga saya pasti akan merasakan sakit karena rasa penyesalan yang terlampau hebat suatu hari nanti.

1.     Dhuha
Shalat Dhuha adalah shalat yang ditunaikan pada pagi hari ketika matahari sudah setinggi tombak dilihat dengan mata telanjang hingga dekat dengan waktu matahari bergeser ke barat yaitu kira-kira 1/3 jam (20 menit) setelah matahari terbit hingga 10 atau 5 menit sebelum matahari bergeser ke barat (Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin).

Sekalipun hukum shalat ini adalah sunnah muakkad namun seiring saya mempelajari berbagai referensi mengenai shalat yang kunamai “penenang jiwa di kesibukan pagi” ini, saya menemukan bahwa shalat ini luar biasa ditekankan pelaksanaannya oleh Rasulullah SAW. Di dalam fikiran maupun hati saya bahkan telah menempatkan shalat ini ke dalam posisi “wajib” dibawah kurva shalat fardhu.

Dalam beragamnya ceramah pemuka-pemuka Islam yang biasa ditemui atau bahkan orang tua dirumah acapkali berpesan “Biasakan shalat dhuha agar kamu sukses meniti karir, agar rezekimu lancar” Terkadang niat beribadah kepada-Nya perlu sesering mungkin mengesampingkan kalimat-kalimat motivasi yang bersifat keuntungan duniawi seperti ini. Bagi saya, hal tersebut dapat membuat ketulusan meraih ridho Allah menjadi cacat dan potensi datangnya kecewa menjadi lebih besar jika tidak kunjung menemui realita atas iming-iming dunia yang menjadi landasan melaksanakan ibadah.

“Dari Abu Dzar, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau telah bersabda: “Di setiap pagi, ada kewajiban sedekah atas setiap persendian dari salah seorang kalian. Setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, amar nahi mungkar adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan melaksanakan shalat Dhuha sebanyak 2 rakaat (HR. Muslim no.1704)

“Sesungguhnya setiap manusia keturunan Adam diciptakan memiliki 360 persendian” (HR. Muslim no.2377)

Berdasarkan kedua hadits yang sanadnya shahih ini, bahwa manusia memiliki 360 persendian (telah teruji di dunia kedokteran) dan tiap persendian wajib mengeluarkan sedekah setiap hari. Coba bayangkan dalam seminggu kita harus mengeluarkan sedekah untuk 2.520 persendian (belum ada referensi yang kutemukan mengenai kadar/ satuan sedekah pada tiap persendian). Oleh karena waktu yang kita miliki terbatas juga kesibukan lain yang harus ditunaikan maka hal tersebut dapat tercukupi dengan shalat Dhuha.

Shalat dhuha berhukum sunnah jika siapapun dari kita mampu mengayomi seluruh sedekah yang wajib dikeluarkan pada tiap-tiap persendian di tubuh kita setiap hari. Namun dia beralih menjadi “harus ditunaikan” jika kita tidak mampu melakukan hal tersebut. Nabi Muhammad SAW jelas menyampaikan bahwa “Di setiap pagi, ada kewajiban sedekah atas setiap persendian dari salah seorang kalian.” Kesimpulannya; jika kita tidak mengamalkan sholat dhuha namun tidak pula memenuhi sedekah untuk tiap-tiap persendian kita, bukankah kewajiban tersebut lantas menjadi tanggungan diri sendiri yang bertumpuk-tumpuk setiap pagi? (Wallahu a’lam atas pemikiran manusia seperti saya yang dangkal ilmu ini, dan aku berlindung dari melakukan pembaruan pada agama (bid’ah))

2.     Shalat Sepertiga Malam
Shalat sepertiga malam adalah shalat tahajjud dengan jumlah rakaat genap yang biasanya dirangkaikan dengan shalat penutup 3 rakaat (shalat witir). Shalat ini merupakan kebiasaan orang-orang shaleh seperti yang disabdakan Rasulullah SAW;

“Hendaklah kalian rajin bangun malam (bertahajjud). Sebab hal itu telah menjadi kebiasaan para orang shaleh sebelummu. Dan yang menyebabkan kau dekat dengan-Nya. Juga dihapuskan dosa-dosa kalian, sekaligus menghindarkan penyakit yang berasal dari tubuh” Sabda Rasulullah SAW yang ditiru kembali oleh Bilal RA. (HR. Tirmidzi)

Menunaikan shalat ini tergolong sulit bagi beberapa orang lantas mudah bagi sebagian yang lain. Keluhan dengan rating tertinggi berdasarkan pengalaman saya secara personal adalah “sulit terjaga saat tidur malam”. Keluhan ini manusiawi namun seiring saya mempelajari, lambat laun saya meyakini bahwa beberapa hal yang dinilai sulit terkadang karena kurang dianggap penting. Wallahi, jika Ujian Nasional, ujian skripsi atau ujian yang selaras dengan itu diadakan pada waktu sepertiga malam maka pasti kamu terjaga di waktu tersebut.

Mengenai shalat malam, benda yang paling membantu beberapa orang adalah “Alarm”. Semacam benda yang melawan mental lembek kita atas  semua alasan-alasan yang dipaparkan. Sepertiga malam, waktu yang kunamai dengan waktu mustajab untuk meminta, mengeluhkan semua kesulitan, mencurahkan perasaan, berterima kasih, juga memohon ampunan kepada-Nya. Besarnya faedah dari shalat ini, sampai-sampai Rasulullah mengatakan;

“Sebaik-baiknya shalat setelah shalat fardhu adalah shalat malam” (HR.Bukhari, Muslim dan Nasa’i)

Allah SWT pun berfirman;

“Dan pada sebahagian malam hari, kerjakanlah sholat tahajjud sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Robb-mu mengangkat kamu ketempat yang terpuji (Al-Isro :79)

Beberapa referensi yang pernah saya baca bahwa hal-hal yang bisa membantu hati kita teguh merutinkan kebiasaan shalat malam ini antara lain menyedikitkan makan di malam hari, tidur lebih awal, sebelum tidur berdoa agar diberi kesempatan menunaikannya dan yang terpenting meyakini bahwa mati dan akhirat itu pasti.

Shalat..shalat..shalat..
Jika shalat telah tertunai, maka mencapai khusyuk juga adalah tugas tanpa batas hingga mati.

“Shalatlah seperti halnya shalat orang yang akan meninggal, yaitu seakan-akan engkau melihat Allah. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. (HR. Thabrani, Ibnu Majah dan Ahmad)

Dalam tulisan ini, saya juga ingin merekomendasikan dua buku yang Insha Allah dapat membantu untuk meneguhkan hati dalam hal memenuhi hujjah kita sebagai Muslim (Shalat).
1. Jangan Pernah Lalaikan Shalatmu (Hasan Zakariya Fulaifil)
Bagi yang baru memulai berteman dengan shalat ataupun yang telah kontinu dengan shalatnya namun terasa seperti rutinitas yang membosankan, maka mengkhatamkan 50 nasehat ruhani yang dikemas hebat dalam buku ini, rasanya seperti kau kehabisan kuota internet 2 minggu lalu tiba-tiba mendapatkan jaringan wifi dimana-mana.
2. Sifat Shalat Nabi (Muhammad Nashiruddin Al-Albani)
Buku panduan shalat terbaik dari buku-buku serupa yang pernah kutemui, juga sebelumnya merupakan rekomendasi dua orang hebat yang kukasihi karena Allah. Buku ini menjabarkan kesepakatan-kesepakatan jelas mengenai tata cara sholat dengan berdasar pada hadits-hadist Rasulullah SAW yang telah ditelusuri keabsahannya. Setelah membaca buku ini lalu menanyakan hal-hal yang masih abstrak di hati kepada orang-orang yang dipercaya, saya menemukan beberapa kesalahan dalam shalat saya sebelumnya. Penekanan terpenting dalam buku ini adalah bahwa Rasulullah melarang keras shalat seperti ayam mematuk makanannya (terburu-buru). Tiada yang dapat menyerupai sempurnanya shalat Rasulullah SAW, namun minimal kita dapat mencapai tahap “mendekati”. Tata cara shalat jangan bermodalkan warisan dari apa yang diajarkan di bangku sekolah. Belajar, telusuri, lalu cek shalatmu sendiri. “Shalatlah sebagaimana Engkau melihat aku shalat” (HR. Bukhari)
 
Dokumentasi Pribadi

Bagi yang hatinya terkadang masih berat untuk berakrab fasih dengan Subuh, Dhuha, Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya, Tahajjud juga Witir, yang harus kamu tahu bahwa Allah tidak butuh shalatmu sedikitpun. Engkaulah yang butuh shalat agar selamat. Waktu berlalu cepat dan sangat singkat dari yang difikirkan, lantas apa kabar dengan list kewajiban yang bertumpuk-tumpuk tak tergugurkan.

Benarkah kau percaya dengan hari pengadilan Allah kelak? Ingin kukatakan. agama ini sungguh jelas memberi kabar bahwa ketika wafat nanti maka amalan pertama yang akan dihisab adalah amalan shalat. Jika amalan shalat bernilai buruk maka pada waktu itu kamu akan jelas melihat bagaimana amalan-amalanmu yang lain seperti debu-debu yang beterbangan. Meninggalkan shalat pun dinyatakan sebagai keabsahan murtad dan beralih kufur. Namun jikalau kamu tidak memiliki daya untuk memperdulikan hal sekrusial ini, maka janganlah menyalahkan apapun kecuali dirimu sendiri.

Menggunakan kosakata “kau” membuat saya terdengar menggurui, percaya saja bahwa kata “kau” dalam tulisan ini pertama kali ditujukan kepada penulis dan pembaca untuk selanjutnya. 

Memaksakan diri pada kebaikan, kedepan akan beralih menjadi aktifitas natural yang terlatih hingga di titik kulminasi. Memaksakan diri pada 7 waktu, nafsu tamaram, hingga akhirat menjadi kampung yang paling dirindukan.



Dari saudaramu yang setiap hari mati-matian melawan nafsu kemalasan agar dapat reunian denganmu di surga nanti. Ipa..


I'm ready to watch and apply this video for myself..



Tidak ada komentar:

Powered By Blogger